bintang

Sabtu, 27 September 2014

KASTENGLES
(1000 GRAM)
Bahan :

Butter 300 gr
Margarin 100gr
Kuning telur 40 gr
Putih telur 30 gr
Keju tua/edam 150 gr
Tepung terigu 450gr
Maizena 50 gr
Keju cheddar 100 gr

Cara membuat :

1.  Kocok butter, margarin, dan gula halus hingga putih dan lembut. Masukkan telur kocok hingga rata.
2.  Kemudian masukkan keju tua, lalu tepung terigu dan maizena, aduk rata.
3.  Cetak adonan, poles dengan kuning telur dan taburi keju cheddar.
4.  Panggang hingga kuning kecokelatan.


Kisah inspirasi dari sebuah perjalanan hidupku...


Titik Awal Menuju Impian
Aku merupakan anak ke-2 dari tiga bersaudara. Usia adikku hanya berbeda dua tahun. Dari kecil, aku sudah bercita-cita ingin menjadi seorang juru masak yang terkenal. Hal ini bermula karena waktu kecil aku sering sekali bermain masak-masakan dan lambat laun menjadi hobiku sampai detik ini dan selamanya. Saat aku berusia 5 tahun, sambil memasak di dapur ibuku mengajari aku membaca dan menulis. Setiap hari ia lakukan agar aku bisa membaca dan menulis saat sekolah nanti. Namun, setiap ia mengajariku, aku justru penasaran dengan yang ibu lakukan saat memasak daripada papan tulis yang ada dipintu dengan tulisan “INI IBU BUDI, INI AYAH ANI”. Lain halnya dengan aku, adikku lebih memperhatikan apa yang tertulis di papan tulis. Meskipun kadang kala aku hilang konsentrasi pandangan dari papan tulis dan dimarahi oleh ibu, tetapi akhirnya aku bisa membaca dan menulis begitupun adikku juga sudah bisa membaca.
Pendaftaran Sekolah Dasar telah tiba. Aku dan ibu bersiap-siap ke sekolah. Ayah dan Ibu berharap agar aku bisa masuk Sekolah Dasar Negeri. Akhirnya, aku diterima di SDN 05 Pagi, kebetulan sekolahku tidak terlalu jauh dari rumah. Selama 6 tahun, aku belajar di sekolah itu dan menemukan banyak teman yang sampai saat ini masih berkomunikasi. Dari kecil, aku sudah dipanggil chef di lingkungan keluarga karena aku sering membantu ibu memasak, bahkan aku sudah bisa memasak dan menyiapkan bekal sendiri setiap pergi ke sekolah. Setelah lulus dari Sekolah Dasar, aku melanjutkan sekolah di SMPN 237. Saat itu, aku ingin sekali cepat-cepat lulus agar aku bisa masuk ke sekolah memasak yang ada di SMKN 24.
Aku semakin giat belajar dan setelah lulus dari SMP ternyata nilai UN ku bagus untuk masuk ke SMA Negeri sehingga ibu, ayah, dan kakakku menyarankan agar aku masuk ke SMA Negeri. Kakakku adalah anak yang selalu berprestasi di sekolahnya, mulai dari SD, SMP, dan SMA sehingga akupun berfikir ingin seperti kakakku. Akhirnya, aku mendaftar di SMAN 64 meninggalkan impianku. Saat itu, aku seperti melupakan apa yang aku impikan sejak kecil. Selama SMA aku tetap belajar dengan tekun dan menghasilkan nilai yang cukup baik. Aku ingat sekali saat guruku bertanya di kelas,
“Apa cita-citamu, Nak?”.
“Ingin menjadi seorang pengusaha, Pak”, tanpa ragu tiba-tiba aku menjawab.
“Memangnya kamu ingin menjadi pengusaha apa, Nak?”, guruku bertanya lagi.
”Ingin jadi pengusaha roti dan kue yang sukses”.    Jawabku.
 Lalu teman-temanku heran dengan jawabanku. Guruku bertanya lagi,
“Apa kamu tidak salah masuk ke sekolah ini?”.
Lalu guruku bertanya pada semua murid, “kira-kira apa yang harus dilakukan oleh Anisa untuk mencapai cita-citanya itu?”.
Temanku menjawab,” seharusnya Anisa masuk sekolah boga untuk mengasah kemampuannya agar cita-citanya tercapai”.
Akupun merasa bersalah telah menjauh dari impian yang aku inginkan. Setelah lulus SMA, ingin sekali aku melanjutkan ke perguruan tinggi negeri, akupun tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa masuk sekolah masak. Salah satu perguruan tinggi di Jakarta, yaitu Universitas Negeri Jakarta yang aku tahu ada jurusan memasaknya. Sebelum tes perguruan tinggi, aku di daftarkan bimbel oleh kakakku. Dia berharap agar aku bisa lolos dalam tes ini. Namun, Allah belum mengabulkan doaku untuk masuk di perguruan tinggi negeri. Saat itu, aku sangat sedih antara melanjutkan ke sana atau tidak, tetapi banyak temanku yang memotivasi dan berharap agar ditahun depan aku bisa masuk perguruan tinggi negeri dengan jurusan yang aku inginkan.
Selama setahun aku didaftarkan kembali untuk mengikuti bimbel, khusus untuk masuk PTN. Di sana lah aku bertemu banyak orang hebat yang tidak mudah patah semangat untuk mencapai cita-citanya sehingga membuat aku semakin bersemangat belajar. Tak terasa SBMPTN sebentar lagi tiba, ada rasa kangen yang akan diingat terus sampai kapanpun saat kita belajar bersama dari pagi hingga sore setiap hari, berlomba-lomba masuk sepuluh besar setiap ulangan yang diadakan setiap seminggu sekali, berbagi cerita satu sama lain tentang kehidupan masing-masing, tentang konsultasi jurusan bersama guru-guru kami agar jurusan yang kami pilih menjadi jalan yang memudahkan kami menuju cita-cita, tentang apapun yang terjadi pada hasil pengumuman SBMPTN, dan masih banyak lagi.
SBMPTN pun tiba, dan aku sangat bersungguh-sungguh mengerjakannya. Hingga diakhir pengumuman pun kami semua dapat bernapas lega karena masuk dalam perguruan tinggi negeri. Begitupun aku yang mendapatkan PTN terkenal di Jakarta, yaitu Universitas Negeri Jakarta dan masuk dalam program studi Pendidikan Tata boga. Meskipun aku berasal dari SMA, tetapi aku tak menyesal bahkan merasa bersyukur bisa mendapat ilmu dari semua bidang. Inilah merupakan titik awal yang nantinya akan mengantarkanku pada impianku sejak kecil. Amin.
Oprah Winfrey pernah mengatakan “saya telah jatuh pada jurang terdalam dalam hidup ini karena tidak ada lagi jurang lebih dalam dimana saya bisa jatuh lagi, maka satu-satunya yang ada dipikiran saya adalah bagaimana saya bisa memanjatnya dan terus mendaki hingga ke puncak”. Begitulah kehidupan para bintang!
Jadi, cita-cita sejak kecil sangat berarti untuk memotivasi diri kita untuk mencapai impian yang kita inginkan. Tak ada kata terlamabat untuk mencapai impian yang kita inginkan dan jadikan hobi yang kita sukai sebagai jalan menuju kesuksesan yang akan mengantarkan kita pada cita-cita.


Postingan ini adalah kurikulum KOMBUN Periode ke-3 bulan September 2014, dengan tema kisah inspirasi masa sekolah. Terimakasih untuk KOMBUN yang membuat saya menjadi ingin berbagi kisah inspirasi dari sebuah pengalaman yang tak ternilai harganya.


Sabtu, 06 September 2014

Kemerdekaan yang Belum Usai

Hai pemuda Indonesia!

Masih ingatkah kalian dengan ungkapan Bung Karrno,  “Jas Merah” yang berarti Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah? Ya, kita memang tidak boleh melupakan sejarah karena sejarah merupakan saksi bisu suatu peristiwa yang akan selalu dikenang sepanjang masa. Jika kita berkaca pada masa lalu saat para pahlawan berjuang mempertahankan kemerdekaan hingga rela mengorbankan harta dan nyawa, lantas apakah kita sudah mengisi kemerdekaan ini dengan sepenuh hati?
Arti kata merdeka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat ialah bebas (dari perhambaan, penjajahan, dsb; berdiri sendiri; tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, sedangkan bebas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat ialah lepas sama sekali (tidak terhalang, dsb sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dsb dgn leluasa); lepas dari (kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dsb); tidak dikenakan (pajak, hukuman, dsb); merdeka (tidak dijajah, diperintah, atau dipengaruhi oleh negara lain atau kekuasaan asing); tidak terdapat (didapati).
Jika kita lihat dari pengertian di atas, negara kita memang sudah merdeka dan bebas dari penjajahan fisik, seperti yang tertulis dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak ada lagi perang senjata (bedil) vs bambu runcing, meriam, tank-tank besar yang lalu-lalang, serta suara tembakan di  sana-sini. Namun, makna kata merdeka dan bebas tersebut saat ini terlihat multitafsir. Secara fisik, kita memang sudah merdeka, tetapi secara moral apakah kita benar-benar sudah merdeka dan bebas? Jika iya, bagaimana bisa istilah degradasi moral yang sasarannya ditujukan untuk para generasi bangsa sering kita dengar di masyarakat? Jika iya, bagaimana bisa sesuatu yang berbau luar negeri (non-Indonesia) menjadi sangat digemari oleh kebanyakan masyarakat Indonesia? Dan jika iya, bagaimana bisa kejahatan dan ketidakadilan masih bebas berkeliaran di sana-sini?

Penjajahan Versi Baru
Tanpa kita sadari, saat ini, negara kita masih terjajah. Penjajahan yang terjadi saat ini  bukanlah penjajahan secara fisik, melainkan moral. Perang yang terjadi saat ini bukanlah perang dengan senjata, melainkan dengan teknologi. Kita seringkali menyalahgunakan kehadiran teknologi sebagai sarana untuk melancarkan aksi kejahatan, seperti penipuan, penculikan, transaksi narkoba, perampokan, bahkan alat untuk menyebarkan pornografi yang akhirnya berdampak pada rusaknya otak dan akhlak para generasi bangsa.
Kecanggihan teknologi lainnya dapat kita lihat pada tayangan yang ditampilkan oleh beberapa oknum media yang isinya bukannya mendidik, melainkan untuk memprovokasi masyarakat agar saling membenci, film, sinetron, dan lagu-lagu yang seharusnya dikonsumsi untuk orang dewasa justru dinikmati oleh anak-anak,  dan sebagainya.  Apa yang terjadi saat ini masih dapat diatasi jika kita semua mau bekerja sama untuk mengubahnya. Tentunya Indonesia masih memiliki harapan untuk menjadi suatu negara yang bebas dari segala penjajahan apa pun.

Harapan Itu Masih Ada
Rasanya tidak adil jika kita memandang Indonesia hanya dari satu sudut pandang, yakni kekurangannya. Di balik itu semua, kita masih mempunyai banyak kelebihan yang mungkin lepas dari pandangan masyarakat yang lain. Berkaitan dengan kemerdekaan, nasionalisme, keberlangsungan NKRI, harapan itu masih ada. Indonesia masih mempunyai banyak generasi bangsa yang cerdas dan berprestasi,  berjiwa Pancasila, dan menghargai keberagaman. Sebagai contoh, banyak pelajar Indonesia yang memenangkan lomba olimpiade tingkat nasional bahkan internasional, para mahasiswa yang memperkenalkan budaya Indonesia di mancanegara melalui bakat dan prestasinya secara akademik maupun nonakademik, para atlet muda berprestasi yang berjuang keras membela Indonesia sehingga bendera merah putih mampu berkibar di negara lain, dan sebagainya. Mereka merupakan salah satu contoh dari sekian banyak anak muda berprestasi lainnya yang nantinya akan menjadi harapan untuk menjaga negara Indonesia tercinta ini.
Inti dari semua itu, pastinya kita tidak menginginkan berbagai macam bentuk penjajahan apapun masuk kedalam negara kita. Lalu, bagaimana cara kita untuk meminimalisasi bahkan kalau perlu menghilangkan penjajahan-penjajahan tersebut? Tentu saja dibutuhkan kerja sama dari semua pihak untuk menuntaskan hal ini.
Dari pesatnya perkembangan teknologi, diharapkan masyarakat mampu menyeleksi tayangan televisi yang mendidik untuk anak. Para musisi juga diharapkan mampu membuat lagu-lagu yang bertemakan nasionalisme dan lagu-lagu yang mendidik untuk anak. Sementara itu, dari ranah pretasi yang pernah ditorehkan oleh para generasi bangsa, sudah selayaknya bagi pemerintah untuk mengapresiasi prestasi mereka agar mereka merasa dihargai. Dengan begitu, tidak akan kita dengar lagi para cendekiawan Indonesia yang lebih memilih bekerja atau bahkan tinggal di luar negeri gegara mereka lebih sejahtera dan dihormati di sana, tidak akan kita dengar lagi para siswa pintar yang putus sekolah karena kekurangan biaya, serta tidak akan kita dengar lagi para atlet yang hidupnya terlantar setelah pensiun. Semoga.  


Postingan ini adalah kurikulum KOMBUN periode ke-2 Bulan Agustus 2014, dengan tema Generasi Muda Bicara Kemerdekaan ke-69 Republik Indonesia.