Kemerdekaan yang Belum Usai
Hai pemuda Indonesia!
Masih ingatkah kalian
dengan ungkapan Bung Karrno, “Jas Merah”
yang berarti Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah? Ya,
kita memang tidak boleh melupakan sejarah karena sejarah merupakan saksi bisu
suatu peristiwa yang akan selalu dikenang sepanjang masa. Jika kita berkaca
pada masa lalu saat para pahlawan berjuang mempertahankan kemerdekaan hingga
rela mengorbankan harta dan nyawa, lantas apakah kita sudah mengisi kemerdekaan
ini dengan sepenuh hati?
Arti kata merdeka dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Keempat ialah bebas (dari perhambaan, penjajahan, dsb; berdiri
sendiri; tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung
kepada orang atau pihak tertentu, sedangkan bebas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat ialah lepas
sama sekali (tidak terhalang, dsb sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat,
dsb dgn leluasa); lepas dari (kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dsb); tidak
dikenakan (pajak, hukuman, dsb); merdeka (tidak dijajah, diperintah, atau
dipengaruhi oleh negara lain atau kekuasaan asing); tidak terdapat (didapati).
Jika kita lihat dari
pengertian di atas, negara kita memang sudah merdeka dan bebas dari penjajahan
fisik, seperti yang tertulis dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal
17 Agustus 1945. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak ada lagi perang senjata
(bedil) vs bambu runcing, meriam, tank-tank besar yang lalu-lalang, serta suara
tembakan di sana-sini. Namun, makna kata
merdeka dan bebas tersebut saat ini terlihat multitafsir. Secara fisik, kita
memang sudah merdeka, tetapi secara moral apakah kita benar-benar sudah merdeka
dan bebas? Jika iya, bagaimana bisa istilah degradasi moral yang sasarannya
ditujukan untuk para generasi bangsa sering kita dengar di masyarakat? Jika iya,
bagaimana bisa sesuatu yang berbau luar negeri (non-Indonesia) menjadi sangat
digemari oleh kebanyakan masyarakat Indonesia?
Dan jika iya, bagaimana bisa kejahatan dan ketidakadilan masih bebas
berkeliaran di sana-sini?
Penjajahan
Versi Baru
Tanpa kita sadari, saat
ini, negara kita masih terjajah. Penjajahan yang terjadi saat ini bukanlah penjajahan secara fisik, melainkan
moral. Perang yang terjadi saat ini bukanlah perang dengan senjata, melainkan
dengan teknologi. Kita seringkali menyalahgunakan kehadiran teknologi sebagai
sarana untuk melancarkan aksi kejahatan, seperti penipuan, penculikan, transaksi
narkoba, perampokan, bahkan alat untuk menyebarkan pornografi yang akhirnya berdampak
pada rusaknya otak dan akhlak para generasi bangsa.
Kecanggihan teknologi
lainnya dapat kita lihat pada tayangan yang ditampilkan oleh beberapa oknum
media yang isinya bukannya mendidik, melainkan untuk memprovokasi masyarakat
agar saling membenci, film, sinetron, dan lagu-lagu yang seharusnya dikonsumsi
untuk orang dewasa justru dinikmati oleh anak-anak, dan sebagainya. Apa yang terjadi saat ini masih dapat diatasi
jika kita semua mau bekerja sama untuk mengubahnya. Tentunya Indonesia masih memiliki harapan untuk
menjadi suatu negara yang bebas dari segala penjajahan apa pun.
Harapan
Itu Masih Ada
Rasanya tidak adil jika
kita memandang Indonesia hanya dari
satu sudut pandang, yakni kekurangannya. Di balik itu semua, kita masih
mempunyai banyak kelebihan yang mungkin lepas dari pandangan masyarakat yang
lain. Berkaitan dengan kemerdekaan, nasionalisme, keberlangsungan NKRI, harapan
itu masih ada. Indonesia masih
mempunyai banyak generasi bangsa yang cerdas dan berprestasi, berjiwa Pancasila, dan menghargai
keberagaman. Sebagai contoh, banyak pelajar Indonesia yang memenangkan lomba olimpiade tingkat nasional bahkan
internasional, para mahasiswa yang memperkenalkan budaya Indonesia di
mancanegara melalui bakat dan prestasinya secara akademik maupun nonakademik,
para atlet muda berprestasi yang berjuang keras membela Indonesia sehingga bendera
merah putih mampu berkibar di negara lain, dan sebagainya. Mereka merupakan
salah satu contoh dari sekian banyak anak muda berprestasi lainnya yang
nantinya akan menjadi harapan untuk menjaga negara Indonesia tercinta ini.
Inti dari semua itu,
pastinya kita tidak menginginkan berbagai macam bentuk penjajahan apapun masuk
kedalam negara kita. Lalu, bagaimana cara kita untuk meminimalisasi bahkan
kalau perlu menghilangkan penjajahan-penjajahan tersebut? Tentu saja dibutuhkan
kerja sama dari semua pihak untuk menuntaskan hal ini.
Dari pesatnya
perkembangan teknologi, diharapkan masyarakat mampu menyeleksi tayangan
televisi yang mendidik untuk anak. Para musisi juga diharapkan mampu membuat
lagu-lagu yang bertemakan nasionalisme dan lagu-lagu yang mendidik untuk anak.
Sementara itu, dari ranah pretasi yang pernah ditorehkan oleh para generasi
bangsa, sudah selayaknya bagi pemerintah untuk mengapresiasi prestasi mereka
agar mereka merasa dihargai. Dengan begitu, tidak akan kita dengar lagi para
cendekiawan Indonesia yang lebih
memilih bekerja atau bahkan tinggal di luar negeri gegara mereka lebih
sejahtera dan dihormati di sana, tidak akan kita dengar lagi para siswa pintar
yang putus sekolah karena kekurangan biaya, serta tidak akan kita dengar lagi
para atlet yang hidupnya terlantar setelah pensiun. Semoga.
Postingan ini adalah
kurikulum KOMBUN periode ke-2 Bulan Agustus 2014, dengan tema Generasi Muda
Bicara Kemerdekaan ke-69 Republik Indonesia.