bintang

Sabtu, 06 September 2014

Kemerdekaan yang Belum Usai

Hai pemuda Indonesia!

Masih ingatkah kalian dengan ungkapan Bung Karrno,  “Jas Merah” yang berarti Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah? Ya, kita memang tidak boleh melupakan sejarah karena sejarah merupakan saksi bisu suatu peristiwa yang akan selalu dikenang sepanjang masa. Jika kita berkaca pada masa lalu saat para pahlawan berjuang mempertahankan kemerdekaan hingga rela mengorbankan harta dan nyawa, lantas apakah kita sudah mengisi kemerdekaan ini dengan sepenuh hati?
Arti kata merdeka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat ialah bebas (dari perhambaan, penjajahan, dsb; berdiri sendiri; tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, sedangkan bebas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat ialah lepas sama sekali (tidak terhalang, dsb sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dsb dgn leluasa); lepas dari (kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dsb); tidak dikenakan (pajak, hukuman, dsb); merdeka (tidak dijajah, diperintah, atau dipengaruhi oleh negara lain atau kekuasaan asing); tidak terdapat (didapati).
Jika kita lihat dari pengertian di atas, negara kita memang sudah merdeka dan bebas dari penjajahan fisik, seperti yang tertulis dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak ada lagi perang senjata (bedil) vs bambu runcing, meriam, tank-tank besar yang lalu-lalang, serta suara tembakan di  sana-sini. Namun, makna kata merdeka dan bebas tersebut saat ini terlihat multitafsir. Secara fisik, kita memang sudah merdeka, tetapi secara moral apakah kita benar-benar sudah merdeka dan bebas? Jika iya, bagaimana bisa istilah degradasi moral yang sasarannya ditujukan untuk para generasi bangsa sering kita dengar di masyarakat? Jika iya, bagaimana bisa sesuatu yang berbau luar negeri (non-Indonesia) menjadi sangat digemari oleh kebanyakan masyarakat Indonesia? Dan jika iya, bagaimana bisa kejahatan dan ketidakadilan masih bebas berkeliaran di sana-sini?

Penjajahan Versi Baru
Tanpa kita sadari, saat ini, negara kita masih terjajah. Penjajahan yang terjadi saat ini  bukanlah penjajahan secara fisik, melainkan moral. Perang yang terjadi saat ini bukanlah perang dengan senjata, melainkan dengan teknologi. Kita seringkali menyalahgunakan kehadiran teknologi sebagai sarana untuk melancarkan aksi kejahatan, seperti penipuan, penculikan, transaksi narkoba, perampokan, bahkan alat untuk menyebarkan pornografi yang akhirnya berdampak pada rusaknya otak dan akhlak para generasi bangsa.
Kecanggihan teknologi lainnya dapat kita lihat pada tayangan yang ditampilkan oleh beberapa oknum media yang isinya bukannya mendidik, melainkan untuk memprovokasi masyarakat agar saling membenci, film, sinetron, dan lagu-lagu yang seharusnya dikonsumsi untuk orang dewasa justru dinikmati oleh anak-anak,  dan sebagainya.  Apa yang terjadi saat ini masih dapat diatasi jika kita semua mau bekerja sama untuk mengubahnya. Tentunya Indonesia masih memiliki harapan untuk menjadi suatu negara yang bebas dari segala penjajahan apa pun.

Harapan Itu Masih Ada
Rasanya tidak adil jika kita memandang Indonesia hanya dari satu sudut pandang, yakni kekurangannya. Di balik itu semua, kita masih mempunyai banyak kelebihan yang mungkin lepas dari pandangan masyarakat yang lain. Berkaitan dengan kemerdekaan, nasionalisme, keberlangsungan NKRI, harapan itu masih ada. Indonesia masih mempunyai banyak generasi bangsa yang cerdas dan berprestasi,  berjiwa Pancasila, dan menghargai keberagaman. Sebagai contoh, banyak pelajar Indonesia yang memenangkan lomba olimpiade tingkat nasional bahkan internasional, para mahasiswa yang memperkenalkan budaya Indonesia di mancanegara melalui bakat dan prestasinya secara akademik maupun nonakademik, para atlet muda berprestasi yang berjuang keras membela Indonesia sehingga bendera merah putih mampu berkibar di negara lain, dan sebagainya. Mereka merupakan salah satu contoh dari sekian banyak anak muda berprestasi lainnya yang nantinya akan menjadi harapan untuk menjaga negara Indonesia tercinta ini.
Inti dari semua itu, pastinya kita tidak menginginkan berbagai macam bentuk penjajahan apapun masuk kedalam negara kita. Lalu, bagaimana cara kita untuk meminimalisasi bahkan kalau perlu menghilangkan penjajahan-penjajahan tersebut? Tentu saja dibutuhkan kerja sama dari semua pihak untuk menuntaskan hal ini.
Dari pesatnya perkembangan teknologi, diharapkan masyarakat mampu menyeleksi tayangan televisi yang mendidik untuk anak. Para musisi juga diharapkan mampu membuat lagu-lagu yang bertemakan nasionalisme dan lagu-lagu yang mendidik untuk anak. Sementara itu, dari ranah pretasi yang pernah ditorehkan oleh para generasi bangsa, sudah selayaknya bagi pemerintah untuk mengapresiasi prestasi mereka agar mereka merasa dihargai. Dengan begitu, tidak akan kita dengar lagi para cendekiawan Indonesia yang lebih memilih bekerja atau bahkan tinggal di luar negeri gegara mereka lebih sejahtera dan dihormati di sana, tidak akan kita dengar lagi para siswa pintar yang putus sekolah karena kekurangan biaya, serta tidak akan kita dengar lagi para atlet yang hidupnya terlantar setelah pensiun. Semoga.  


Postingan ini adalah kurikulum KOMBUN periode ke-2 Bulan Agustus 2014, dengan tema Generasi Muda Bicara Kemerdekaan ke-69 Republik Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar